Jumat, 30 November 2007

Limbah Pewarna Pakaian cemari Bengawan Solo

Kualitas air Bengawan Solo ke arah hilir terus memburuk akibat maraknya pencemaran limbah industri, rumah tangga, maupun usaha peternakan. Air yang mengalir dari sejumlah anak sungai ke Bengawan Solo tampak berwarna coklat, hitam, dan ungu, serta menebarkan aroma tidak sedap.

Tim Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 menyaksikan kondisi air yang seperti itu saat mengarungi Bengawan Solo sejak Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, hingga Dusun Gawan, Desa Tanon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Selasa (12/6).


Pengarungan sungai menggunakan dua perahu karet milik Pangkalan Marinir Surabaya juga menyertakan empat personelnya, yakni Sersan Satu Ali Akbar, Kopral Kepala Petrus Blegur, Kopral Dua Eko Yulianto, dan Kopral Dua A. Rifai.


Kemarin, pengarungan dilakukan untuk jarak 43,5 kilometer dengan waktu tempuh delapan jam 25 menit. Lamanya perjalanan ini juga akibat di beberapa titik air sungai cukup dangkal.


Pewarna tekstil

Limbah terlihat di sekitar Dusun Bacem, Desa Langenharjo, Kecamatan Serengan, Surakarta, hingga ke hilir. Limbah bahan pewarna tekstil mulai mencemari sungai di sekitar Dusun Bacem. Industri peternakan juga membuang limbah ke sungai secara mencolok.


Selama perjalanan, kali pertama yang airnya tampak berwarna coklat kehitaman dan bermuara ke Bengawan Solo adalah Kali Premulung (dikenal juga sebagai Kali Wingko). Limbah itu berasal dari industri rumah tangga pengecatan batik di Laweyan, Surakarta. Selain mencemari kali, limbah itu juga mencemari udara karena menebarkan bau tak sedap.


Kali Pepe yang bermuara lebih ke hilir Bengawan Solo, tepatnya di Kampung Sewu, Kelurahan Sewu, Kecamatan Jebres, Surakarta, mengalirkan air berwarna ungu. Sugino (59), warga setempat, menjelaskan, limbah itu berasal dari industri pengecatan dan pencetakan batik di Pasar Kliwon, Semanggi, Surakarta.


Pemandangan serupa terlihat di beberapa kali setelahnya yang bermuara ke Bengawan Solo.


Ahli lingkungan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Sulastoro, yang turut serta dalam ekspedisi, menjelaskan, limbah industri batik pada umumnya mengandung zat beracun, seperti Natrium (Na), Cadmium (Cd), dan Chrom (Cr).


Di sejumlah tempat di sisi Bengawan Solo sejak Surakarta hingga Kabupaten Karanganyar, tim juga menyaksikan banyak ikan sapu-sapu (suckermouth) yang mati. Ikan jenis itu biasanya bertahan pada air keruh atau kotor. Sebaliknya, ikan nila dan bader yang banyak ditangkapi masyarakat di bagian hulu tidak lagi ditemukan.


Sulastoro menjelaskan, kemungkinan besar kepekatan limbah sudah melampaui batas toleransi dan daya tahan ikan sapu-sapu.


Sugeng, warga Desa Jatran, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, mengatakan, di aliran Bengawan Solo di dekat permukimannya tidak ada ikan selain ikan sapu-sapu. Sepengetahuannya, hal itu sudah berlangsung selama dua tahun terakhir. Dalam sehari, ketika air surut, Sugeng dapat menangkap 10-20 ikan sapu-sapu.


Logam berat

Seperti Sulastoro, pengajar Fakultas MIPA UNS, Retno Rosariastuti, juga mengatakan, banyaknya populasi ikan sapu-sapu serta tiadanya ikan jenis lain menunjukkan penurunan kualitas air sungai. "Ikan sapu-sapu tahan berada di air berkadar oksigen rendah dan tercemar, sedangkan ikan jenis lain tidak. Ini menunjukkan kualitas air Sungai Bengawan Solo sekitar Sukoharjo, Surakarta, dan Sragen sudah tercemar berat," ujarnya.


Berdasarkan penelitian pada akhir tahun 2006, lanjut Retno, air Sungai Bengawan Solo di sekitar Sukoharjo hingga Sragen sudah tercemar logam berat yang melewati ambang batas, seperti Chrom dan Cadmium.


Perjalanan hari kedelapan tim ekspedisi berakhir di Dusun Nglombo, Desa Katelan, Kecamatan Tangen, Sragen. Rabu (13/6) ini, tim ekspedisi akan melanjutkan penyusuran sungai hingga Ngawi, Jawa Timur.



Sumber : http://www.indowater.org/?kd=detail&row=0&tp=waste&ktg=&latest=&product=&kode=12

2 komentar:

Anonim mengatakan...

bisa minta tolong untuk menceritakan spesifik karakteristik limbah batik...
dan pengolahan yang selama ini sudah dilakukan berupa apa..
makasih byk..

Anonim mengatakan...

bohong ah...
orang pencemaran terberat yang bikin kali Pemulung hitam pekat adalah perusahaan tekstil besar yg ada di Sukoharjo..

nggak percaya? buktikan di pertemuan 2 arus sungai Tempuran-Pemulung.....
warna air dari Sungai Tempuran hitam pekat, sedangkan dari pemulung (yang mana diatasnya adalah sentra produksi batik)berwarna coklat kemerahan tipis..