Jumat, 30 November 2007

Persiapan Pameran TD 2 @ Tarumanagara

Ini adalah data terakhir yang kami post.. Terima Kasih telah mengunjungi blog kami selama ini..
Semoga blog kami bermanfaat untuk orang-orang yang membutuhkan informasi mengenai Wenter Kresno..


Berikut ini adalah persiapan Stand Pameran TD 2 kelompok Gang Geng Gong:


Ini adalah ornamen jawa yang kami gunakan untuk melambangkan Wenter Kresno




Kemudian ini adalah sketsa wayang Wenter Kresno

Jajanan Sekolah Pakai Pewarna Tekstil

Jajanan Sekolah Pakai Pewarna Tekstil


Semarang, 16 September 2004 15:06
Wakil Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah dr Budihardja, MPH DTM mengatakan, makanan jajanan yang dijual di sekolah diduga banyak yang menggunakan zat pewarna tekstil.

"Jika ada makanan yang warnanya mencolok, jelas makanan jajanan itu menggunakan zat pewarna yang biasa digunakan untuk tekstil," katanya di Semarang, Kamis.

Ia mengatakan, makanan jajanan sekolah yang menggunakan zat pewarna tekstil tersebut jika dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit seperti kanker, bahkan bisa merenggut jiwa.

Dia mengakui sulit mengawasi para penjual makanan jajanan sekolah yang kebanyakan dilakukan secara kecil-kecilan yang bertaburan di kampung-kampung.

Para penjual makanan jajanan sekolah itu tak tahu risiko kesehatan yang bakal ditimbulkan dengan mengonsumsi makanan yang menggunakan zat pewarna tekstil, katanya.

"Mereka semata-mata berorientasi keuntungan dengan memberi produksi makanannya dengan zat pewarna tekstil agar kelihatan mencolok, sehingga dapat menarik minat pembeli," katanya.

Oleh karena itu, ia mengimbau para penjual makanan jajanan sekolah jangan menggunakan zat pewarna tekstil agar tidak membayakan kesehatan konsumen.

"Kita memang menghadapi kendala jika ingin mengubah perilaku penjulan makanan jajanan sekolah yang menggunakan zat pewarna tekstil. Kita bisanya hanya mengimbau belaka," katanya.

Ia menyarankan para penjual makanan jajanan sekolah untuk menggunakan zat pewarna natural yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, karena tidak membayakan kesehatan dan jiwa konsumen.


Biasanya, kata dia, makanan jajanan yang menggunakan zat pewarna natural itu warnanya tidak mencolok, bukan seperti makanan jajanan yang menggunakan pewarna tekstil.

"Kita minta orang tua memberitahu anak-anaknya agar jangan sembarangan membeli makanan jajanan sekolah demi kesehatan anak-anak mereka," katanya. [Tma, Ant]

Sumber: http://www.gatra.com/2004-09-17/artikel.php?pil=23&id=45994

Limbah Pewarna Pakaian cemari Bengawan Solo

Kualitas air Bengawan Solo ke arah hilir terus memburuk akibat maraknya pencemaran limbah industri, rumah tangga, maupun usaha peternakan. Air yang mengalir dari sejumlah anak sungai ke Bengawan Solo tampak berwarna coklat, hitam, dan ungu, serta menebarkan aroma tidak sedap.

Tim Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 menyaksikan kondisi air yang seperti itu saat mengarungi Bengawan Solo sejak Desa Sidowarno, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, hingga Dusun Gawan, Desa Tanon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Selasa (12/6).


Pengarungan sungai menggunakan dua perahu karet milik Pangkalan Marinir Surabaya juga menyertakan empat personelnya, yakni Sersan Satu Ali Akbar, Kopral Kepala Petrus Blegur, Kopral Dua Eko Yulianto, dan Kopral Dua A. Rifai.


Kemarin, pengarungan dilakukan untuk jarak 43,5 kilometer dengan waktu tempuh delapan jam 25 menit. Lamanya perjalanan ini juga akibat di beberapa titik air sungai cukup dangkal.


Pewarna tekstil

Limbah terlihat di sekitar Dusun Bacem, Desa Langenharjo, Kecamatan Serengan, Surakarta, hingga ke hilir. Limbah bahan pewarna tekstil mulai mencemari sungai di sekitar Dusun Bacem. Industri peternakan juga membuang limbah ke sungai secara mencolok.


Selama perjalanan, kali pertama yang airnya tampak berwarna coklat kehitaman dan bermuara ke Bengawan Solo adalah Kali Premulung (dikenal juga sebagai Kali Wingko). Limbah itu berasal dari industri rumah tangga pengecatan batik di Laweyan, Surakarta. Selain mencemari kali, limbah itu juga mencemari udara karena menebarkan bau tak sedap.


Kali Pepe yang bermuara lebih ke hilir Bengawan Solo, tepatnya di Kampung Sewu, Kelurahan Sewu, Kecamatan Jebres, Surakarta, mengalirkan air berwarna ungu. Sugino (59), warga setempat, menjelaskan, limbah itu berasal dari industri pengecatan dan pencetakan batik di Pasar Kliwon, Semanggi, Surakarta.


Pemandangan serupa terlihat di beberapa kali setelahnya yang bermuara ke Bengawan Solo.


Ahli lingkungan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Sulastoro, yang turut serta dalam ekspedisi, menjelaskan, limbah industri batik pada umumnya mengandung zat beracun, seperti Natrium (Na), Cadmium (Cd), dan Chrom (Cr).


Di sejumlah tempat di sisi Bengawan Solo sejak Surakarta hingga Kabupaten Karanganyar, tim juga menyaksikan banyak ikan sapu-sapu (suckermouth) yang mati. Ikan jenis itu biasanya bertahan pada air keruh atau kotor. Sebaliknya, ikan nila dan bader yang banyak ditangkapi masyarakat di bagian hulu tidak lagi ditemukan.


Sulastoro menjelaskan, kemungkinan besar kepekatan limbah sudah melampaui batas toleransi dan daya tahan ikan sapu-sapu.


Sugeng, warga Desa Jatran, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, mengatakan, di aliran Bengawan Solo di dekat permukimannya tidak ada ikan selain ikan sapu-sapu. Sepengetahuannya, hal itu sudah berlangsung selama dua tahun terakhir. Dalam sehari, ketika air surut, Sugeng dapat menangkap 10-20 ikan sapu-sapu.


Logam berat

Seperti Sulastoro, pengajar Fakultas MIPA UNS, Retno Rosariastuti, juga mengatakan, banyaknya populasi ikan sapu-sapu serta tiadanya ikan jenis lain menunjukkan penurunan kualitas air sungai. "Ikan sapu-sapu tahan berada di air berkadar oksigen rendah dan tercemar, sedangkan ikan jenis lain tidak. Ini menunjukkan kualitas air Sungai Bengawan Solo sekitar Sukoharjo, Surakarta, dan Sragen sudah tercemar berat," ujarnya.


Berdasarkan penelitian pada akhir tahun 2006, lanjut Retno, air Sungai Bengawan Solo di sekitar Sukoharjo hingga Sragen sudah tercemar logam berat yang melewati ambang batas, seperti Chrom dan Cadmium.


Perjalanan hari kedelapan tim ekspedisi berakhir di Dusun Nglombo, Desa Katelan, Kecamatan Tangen, Sragen. Rabu (13/6) ini, tim ekspedisi akan melanjutkan penyusuran sungai hingga Ngawi, Jawa Timur.



Sumber : http://www.indowater.org/?kd=detail&row=0&tp=waste&ktg=&latest=&product=&kode=12

Senin, 05 November 2007

Pewarna Tekstil pada makanan?!

Sudah Lama Dilarang

Sejak kapan formalin, boraks, dan pewarna tekstil menyusupi makanan? ''Penyalahgunaannya sudah terjadi sejak lama,'' ungkap Tien Gartini, Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).


Jauh sebelum heboh makanan berformalin dan berboraks menasional, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah peraturan untuk melarangnya. Umur peraturan-peraturan itu bahkan telah dua dekade.


Penggunaan formalin dan boraks pada makanan, misalnya, telah dilarang lewat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 722/Menkes/Per/IX/88, tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP).


Adapun pewarna tekstil, larangan penggunaannya pada makanan bahkan tiga tahun lebih tua: Tertuang dalam Permenkes No 239/Menkes/Per/V/1985 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya. Bagaimana dengan klorin yang enam bulan terakhir kasusnya mencuat karena digunakan sebagai pemutih beras? ''Badan POM tidak mengizinkan. Menurut Peraturan Menkes No 722/Menkes/Per/IX/88, klorin tidak tercatat sebagai BTP dalam kelompok pemutih dan pematang tepung,'' kata Tien kepada Republika, pekan lalu.


Jadi, telah lama jelas bahwa formalin, boraks, klorin, dan pewarna tekstil bukanlah BTP atau food grade. Tapi mengapa bahan-bahan itu marak digunakan? ''Yang lemah adalah pengawasannya,'' kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Husna Zahir, pekan lalu.


Setelah kasus makanan berformalin merebak, pemerintah kembali buru-buru membuat aturan. Antara lain lewat Peraturan Menteri Perdagangan No 04/M-DAG/PER/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya yang diamandemen dengan Peraturan Menteri Perdagangan No 8/M-DAG/PER/6/2006.


Saat ini, kata Tien, bahan-bahan seperti formalin, boraks, rhodamin B, dan methanil yellow, tak leluasa lagi diperdagangkan secara eceran. Yang boleh memproduksi bahan-bahan tersebut hanya perusahaan yang memiliki izin sebagai produsen bahan berbahaya (PB2).


PB2 ini pun hanya menyalurkannya kepada pengguna akhir bahan berbahaya (PAB2) atau melalui distributor terdaftar bahan berbahaya (DTB2). Impor bahan-bahan berbahaya pun hanya boleh dilakukan importir yang terdaftar sebagai importir produsen bahan berbabahaya (IPB2).


''Peraturan ini ditetapkan dengan maksud agar kasus penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya pada pangan dapat dicegah. Paling tidak dikurangi dengan cara mengendalikan pasokan bahan berbahaya tersebut melalui mekanisme distribusi yang jelas,'' kata Tien.


Tapi, selain aturan hukum, Husna mengatakan yang juga diperlukan adalah konsistensinya. ''Kalau bicara tata niaga formalin, boraks, dan pewarna tekstil, itu sudah kita lakukan sejak 10 tahun lalu. Tapi, nyatanya masih kita temukan kan'' katanya. Jadi, yang diperlukan memang langkah nyata, bukan sekadar produk hukum yang hanya menjadi macam kertas. run

(nri/rig/run )



Pangan Berpewarna Tekstil
Pewarna yang tekstil yang banyak ditemukan digunakan sebagai pewarna makanan adalah methanil yellow dan rhodamin B.

Methanil yellow adalah zat warna sintetis berwarna kuning kecoklatan dan berbentuk padat atau serbuk. Pewarna ini digunakan untuk pewarna tekstil dan cat. Ciri-ciri makanan yang diberi methanil yellow adalah: berwarna kuning mencolok dan cenderung berpendar, serta banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen --misalnya pada kerupuk.

Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, berbentuk serbuk kristal merah keunguan, dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar. Ciri-ciri makanan yang menggunakan rhodamin B adalah: mempunyai warna merah mencolok dan cenderung berpendar, namun banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen --misalnya pada kerupuk dan es puter.


Pangan Berklorin
Klorin ada yang berbentuk gas, cair, maupun padat. Klorin yang ditambahkan dengan kalsium hipoklorit yang berbentuk padat, umumnya dikenal sebagai kaporit. Adapun ciri-ciri beras yang mengandung klorin, warnanya sangat putih, tidak seperti beras biasa yang terlihat sedikit buram; secara umum agak licin, namun juga agak kesat; saat direndam, air rendamannya menjadi keputih-putihan; saat beras dipegang dalam keadaan kering, ada serbuk berwarna putih yagn melekat di tangan.

catatan:
Data nomor 1-3 dari Badan POM, nomor 4 dari BPTPH.


Bahan Pengganti Formalin, Boraks, dan Pewarna Tekstil yang Direkomendasikan


Pengawet
- Asam benzoate - Natrium benzoat
- Asam propionat - Natrium bisulfit
- Asam sorbat - Natrium metabisulfit
- Kalium nitrat - Natrium propionat
- Kalium propionat - Natrium sulfit
- Kalium sorbat - Propil p-hidroksibenzoat


Pewarna
- Biru berlian - Kuning FCF
- Chocolate Brown HT - Kuning Kuinolin
- Eritrosin - Merah Allura
- Hijau FCF - Ponceau 4 R
- Indigotin - Tartrazine
- Karmoisin - Hijau S


Pengemulsi, pemantap (stabilizer), pengental

- Sodium Tripolifosfat
- Karagenan
Sumber: Badan POM, dari Permenkes No 722/MenKes/Per/IX/88.


sumber : Koran Replubika Minggu, 25 Nopember 2007

Sabtu, 03 November 2007

Rebusan Kubis Merah Jadi Pewarna Kain

IPTEK Siswa SMP Penemu Teknologi Tingkat Nasional

Rebusan Kubis Merah Jadi Pewarna Kain


SM/Fani Ayudea BERSAMA KELUARGA : Amalia Dwi Ariska (tengah), juara 1 Lomba Inovasi Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional LIPI untuk tingkat SMTP, bersama keluarganya.(30)


Dua siswa SMP di Semarang dinobatkan sebagai penemu berskala nasional, bersama delapan orang lainnya. Tepatnya penemu di bidang teknologi tepat guna. Yaitu teknologi yang cocok dengan kebutuhan masyarakat sehingga bisa dimanfaatkan. Berikut laporan Fani Ayudea mengenai kisah dua penemu tersebut. SORE itu Riska (13) mengenakan kaus biru lengan pendek dipadu dengan celana jins biru. Wajahnya tampak segar.

Meski ia baru saja menempuh perjalanan panjang Subang-Semarang, wajah siswi kelas 8h SMP Negeri 5 Semarang tampak ceria. Ia masih bisa bercanda dengan adik semata wayangnya, Andika Wahyu Aysar (10).

Bila dilihat sekilas, tak nampak sesuatu yang istimewa dari penampilan gadis bernama lengkap Amalia Dwi Ariska tersebut. Penampilan gadis kelahiran Semarang, 26 Januari 1994 itu, laiknya remaja-remaja seusianya. Rambut lurus sebahu, berponi, serta mengenakan jepit rambut warna-warni.

Ia tak menggunakan kaca mata minus seperti umumnya para penemu teknologi baru. Polah tingkahnya juga sama seperti remaja putri lainnya. Ia suka membaca novel teenlit dan main game komputer hingga berjam-jam.

Siapa pun tak ada yang menyangka gadis itu seorang penemu. Putri pasangan Drs Suyono dan Letkol Sri Widyastuti SH itu menemukan teknik mewarna kain dengan menggunakan rebusan kubis merah (red cabbage) yang dicampur cairan tawas.

Kubis Merah

Ide penemuan itu berawal dari pelajaran kimia di kelas 7 semester 1. Ketika itu gurunya menyebutkan bahwa kubis merah bisa menjadi pewarna kain. "Tapi waktu itu tidak pernah ada kelanjutan dari pelajaran teori itu. Guru tak mengajari kami dalam praktik. Makanya saya penasaran dan ingin mencobanya sendiri," kata gadis berkulit hitam manis ini.

Kebetulan dia yang bergabung dengan ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) di sekolahnya, ditawari untuk mengikuti Lomba Inovasi Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional untuk Siswa SMTP (Sekolah Menengah Tingkat Pertama) tahun 2007 yang diselenggarakan dalam rangka peringatan 40 tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

"Saya tanya ke bapak, ikut atau nggak. Kata bapak ikut saja. Akhirnya saya ikut," ujar gadis yang bercita-cita jadi dokter ini. Ia pun teringat dengan si kubis merah yang bisa jadi pewarna pakaian. Dibantu oleh ayah dan kakaknya, Riska melakukan beberapa kali percobaan di rumah. "Bapak yang beli bahan-bahannya di pasar," imbuhnya.

Ia mengerjakan sendiri semua laporan karya ilmiahnya yang berjudul Kubis Merah sebagai Alternatif Indikator Alam Asam dan Basa. "Dari ngetik sampai nge-print semua saya sendiri yang mengerjakan. Saya bahkan begadang sampai pukul satu dini hari," tambah anak kedua dari tiga bersaudara ini.

Menurutnya, pewarna pakaian dari kubis merah ini selain hemat biaya juga gampang mengerjakannya. Riska menjelaskan, pertama-tama kubis merah diiris-iris kemudian direbus dengan air. Lalu ekstraknya disaring. Hasil saringan itulah yang bisa digunakan untuk mewarnai kain.

Untuk mengawetkan warna ketika cairan kubis merah akan dipakai mewarnai kain, tuangkan cairan tawas. "Cairan rebusan kubis merah itu akan berwarna merah muda ketika dicampur dengan larutan asam. Kalau dicampurkan larutan basa, warnanya berubah jadi biru," ujarnya.

Larutan asamnya, lanjut dia, bisa dari larutan air jeruk atau cuka. "Dari larutan buah nanas juga bisa. Itu kan termasuk asam juga," ujar gadis yang mengikuti ekstrakurikuler KIR, seni tari, dan PMR di sekolahnya.


Sumber :http://www.suaramerdeka.com/harian/0708/27/nas07.htm tanggal Senin, 27 Agustus 2007